Sunday, May 07, 2006

Napak Tilas Jejak Nenek Moyangku - 3 (Terracotta Warriors in Xi'an City)

Ini edisi ketiga perjalanan ke negri leluhurku :-) Dalam perjalanan ke Great Wall dua hari sebelumnya, bus kami melewati suatu bangunan gedhe sak hohah (istilah Jawa Timuran yang belum kutemukan padanan yang pas dalam bahasa Indonesia).
Tertulis di dindingnya "West Beijing Railway Station". Kamipun bertanya pada Musa Hong, sang tour leader, trayek kereta Beijing Barat itu. Ternyata Xian termasuk salah satu route yang dituju. Kamipun sepakat untuk memasukkan Xian untuk tujuan hari berikutnya. Maka, jadilah hari keempat sore perjalanan dengan kereta VIP menuju Xian selama sepuluh jam dan keesokan harinya kita habiskan melihat beberapa lokasi bersejarah di kota kecil ini. Upsh ... dengan penduduk tujuh juta, alias setengah dari total penduduk Beijing, ternyata Xian masih dikategorikan kota kecil lho.
Emang gedhe banget stasiun kereta ini. Bahkan untuk mencapai pintu masuknya pun kita musti lewat jalan panjang dan eskalator. Lumayan rapi dan bersih. Sebelum masuk ruang dalam stasiun, semua barang bawaan kita harus melalui pemeriksaan x-ray, seperti di bandara. Saranku sih, sebaiknya bawa satu tas kecil aja yang berisi baju ganti, sedangkan barang berharga sebaiknya masuk ke tas pinggang yang gak perlu masuk x-ray tersebut. Soalnya, di sini crowded banget, dan bisa aja ada yang salah ambil tas kita sehabis pemeriksaan x-ray tersebut.
Di dalam stasiun, ada beberapa toko kecil yang jual mie instan (eh, mie instannya ada yang halal dan enak lho, coklat dan minuman. Lounge/ruang tunggunya lumayan enak. Satu tips lagi: Sebaiknya datang sejam sebelum boarding, soalnya kalo mepet ke waktu keberangkatan, bakalan gak dapet kursi di ruang tunggu dan disanapun udah pueeenuh banget ama orang, ya yang orang kantoran maupun group-group turis yang sak abreg uyeg (nah, kata ini pun aku belum temukan padanan yang pas dalam bahasa Indonesianya).
Jam enam pagi kita nyampe di Xian. Gak pake mandi, langsung sarapan di hotel seberang stasiun. Dari luar sih kecil, tapi pas masuk ke dalem ruang makannya ... wataw! kayak lapangan bola. Nah, satu lagi tips: Jangan lupa bawa handuk kecil bersih, tissue basah dan botol kosong buat isi air. Soalnya selama perjalanan seminggu di sana, belum pernah kutemukan restroom yang bersih dan menyediakan air yang cukup buat membasuh plus tissue buat ngeringin. Kalau gak kuat ama bau yang menyengat, ada baiknya juga bawa tissue yang berparfum untuk penutup hidung. Sarapan kali ini gak begitu enak, mungkin karena aku gak familiar ama menunya. Ada bubur merah yang rasanya pahit getir dan semacamnya. Cuma cakue aja yang bisa mengisi perutku pagi itu.

Abis maem, kita buru-buru naik bus dan berlanjut ke lokasi terracotta warriors. Tapi sebelumnya kita sempat mampir ke pabrik yang memproduksi miniatur terracotta warrior. Mehel banget, bo'.
Sepanjang perjalanan, ada tembok yang mengelilingi kota. Ternyata, di setiap kota di China, masih tersisa tembok kota (City Wall), yang dulunya dipergunakan untuk mengamankan kota dari serangan musuh. Tembok kota Xian ini udah berumur sekitar 700 tahun.

Berlanjut ke situs Terracotta warriors, kita musti bayar lima yuan untuk naik kereta (kayak kereta di Disneyland) menuju gedung yang udah dibuka untuk umum ini. Nah, foto di kiri ini adalah fotoku di ruangan yang disebut pit-1. Ada tiga pit yang udah dibuka untuk umum. Meskipun udah ditemukan dan mulai digali sejak 1972, ternyata sekarang proses penggalian dan rekonstruksinya terus berjalan.
Kata Dominique, tour guide kami selama di Xian, para pekerja mulai melanjutkan penggalian dan rekonstruksi sejak jam enam petang sampe jam enam pagi. Dan yang menurutku menakjubkan adalah: mereka melakukan penggalian dengan kuas dan sapu kecil, bukan dengan alat berat. Gak kebayang deh, rekonstruksinya bakalan selesai kapan. Soalnya, lahan makam raja ini berhektar-hektar luasnya. Dan ketiga pit yang udah dibuka untuk umum ini, cuma sepersekiannya dari luas area keseluruhan.
Memasuki area patung-patung tanah liat ini, bikin aku kagum. Cara nyusunnya, juga cara pengamanan tiap lajurnya. Kita boleh motret di dalamnya, cuma gak boleh pake tripod maupun blitz. Cuma, ternyata banyak yang gak mengindahkan peraturan itu, meskipun udah ada pemberitahuan yang dipasang gedhe-gedhe. Dan sayangnya, gak ada petugas yang mengingatkan buat yang bandel dan masih pake blitz. Gak seperti di Forbidden City.
Oya, buat yang gak tahan kelaperan, ada baiknya bawa cemilan dari Beijing. Soalnya, di dalam areal ini, gak ada yang jual makanan. Dan jangan lupa, buang sampah di tong sampah ya :-)

Siang harinya, kita berhenti di Great Mosque yang lokasinya sekarang berada di balik pasar tradisional. Photo-photonya, bisa dilihat di edisi keempat Napak Tilas Jejak Nenek Moyangku ya.
Sebelumnya sih, udah aku posting di sini, tapi kehapus, trous waktu aku coba load lagi, ternyata gak muncul.

Nah, ente tertarik untuk berkunjung ke China?
Buruan, mumpung negri sejuta sepeda ini masih menyimpan keunikan dan sejarah beribu tahunnya, ditengah pembangunan dan kemajuan yang begitu pesatnya.

1 Comments:

At 12:34 AM, Blogger ykrisnahadi said...

wah asik nen, baca ceritanya aja udah serasa di negri cina..ditungguin episode selanjutnya ya!

 

Post a Comment

<< Home