Wednesday, October 10, 2007

Bakersfield, I'm Coming ...

Setelah tiga hari workshop lintas budaya yang menyenangkan di San Ramon, di pagi hari ke-empat, Residence Inn Marriott San Ramon harus kutinggalkan karena aku mesti melanjutkan perjalanan ke Bakersfield. Kali ini, lagi-lagi Don sang supir limo yang mengantarkan hingga bandara San Francisco. Masih terlalu pagi untuk check in, masih sempat nih liyat-liyat sekeliling. Sekali lagi respekku untuk kebersihan, ketertiban dan bekerjanya semua piranti penunjang di fasilitas publik ini. Ada beragam transportasi publik yang tersedia hingga pintu gerbang gedung bandara: shuttle bus, taxi dan limousine. Tempat menunggunya apik, simpel dan nyaman, walaupun berada di ruang terbuka di luar gedung utama. Budaya antri dan pelayanan tepat waktu membuat segalanya mengalir tanpa keresahan. Di dalam bangunan utama sebelum counter check in, tersedia tempat duduk yang cukup memadai dan informasi sangat mudah kita dapatkan, baik berupa leaflet, buku, peta, papan penunjuk arah yang kesemuanya disediakan secara cuma-Cuma dan dapat dibaca dengan jelas dan sangat informatif.

Satu jam sebelum keberangkatan, aku bergegas check in dan segera menuju ke titik pemeriksaan. Nah, ini dia nih yang selalu bikin aku sebel. Di tempat pemeriksaan di tiap bandara di USA, kita harus mengeluarkan laptop dari tasnya, melepas ikat pinggang yang ada unsur logamnya, dan satu lagi, melepas alas kaki. Hhhhh …, kebayang khan kalo’ kita melakukan perjalanan sendirian, pake’ sepatu bertali, trous antrian pemeriksaannya panjang, dan kita musti mengeluarkan laptop, lalu nantinya memasukkan kembali semua piranti itu. Belum lagi kalo’ detektor logam ataupun alat pemindainya bunyi, yang artinya ada barang aneh yang perlu diwaspadai di dalam tas bawaan ataupun saku baju kita. Plus kebanyakan petugasnya kurang ramah dan wajah distel kenceng begitu. Selain itu, yang membuat tidak nyaman adalah tidak tersedianya kursi untuk memasang kembali alas kaki, serta tidak adanya ruang yang cukup untuk proses memasukkan laptop dan barang-barang logam lain ke dalam tasnya. Jika kita masih cukup sigap, tentunya hal tersebut hanyalah hal kecil yang bisa ditolerir. Tapi, bagaimana dengan para manula. Tidakkah hal kecil ini, bisa mengurangi kenyamanan mereka dalam melakukan rangkaian perjalanannya? Terkadang, saat antrian panjang, memang ada petugas yang mengarahkan para calon penumpang ini ke lajur pemeriksaan khusus berdasarkan usia, kelas tiket pesawatnya, ibu hamil dan anak-anak. Tapi, tetap saja semuanya terkesan harus cepat, agak terburu-buru dan kurang manusiawi menurutku.

Selepas pemeriksaan ini, ruang tunggunya gak terlalu besar, tapi ya itu … kenyamanan terasa kembali dan kita bisa akses internet karena spots Wi-Fi ada dimana-mana. Kalo’ perlu colokan pun sangat mudah menemukannya. Lima menit menjelang dua belas siang, United Airlines mengantarkanku terbang ke Bakersfield yang rada gersang … ouch!.

Dan … nyata benar bedanya ketika satu setengah jam kemudian pesawatku mendarat. Bandara Bakersfield ini sangat kecil. Bangunan utamanya pun hanya menyerupai rumah yang agak besar. Dan lucunya, baru pertama kali ini aku harus mengambil bagasi di luar bangunan utama, berdekatan dengan tempat parkir umum, karena hanya itulah satu-satunya tempat pengambilan bagasi. Hahaha … kebayang gak sih kalo’ yang semacam ini ada di negri sendiri. Bisa-bisa banyakan yang ngantri di loket lost and found deh. Menurut berita terakhir yang aku baca, bandara ini udah dirombak abis jadi gedhe sak hohah (apa ya padanan kata ini dalam bahasa Indonesia yang baik dan benar? ;-))

Begitu ketiga koperku sudah ditangan, kulayangkan pandangan kesekeliling, dan terlihat satu mas-mas yang tinggi gedhe dalam arti sebenarnya yang membawa papan tulis kecil bertuliskan namaku: Mr. Ponda Saptarani, upshhh … koq aku jadi mister ya, bukan miss. Heuheuheu … Untung si mas itu tanggap dan do apologize sak perlunya. Lalu berangkatlah kami menuju Chambridge Village, apartment yang akan kutinggali selama enam bulan, dengan menggunakan SUV Mercy warna item. Hmmm, enak … nyaman … empuk … dan bikin ngantuk ;-)

Untuk skala Amerika, Bakersfield ini termasuk kota kecil yang gersang. Terletak di lembah, yang menyebabkan udara dari kota sekitarnya terperangkap di sini. Makanya Bakersfield termasuk kota terpolusi di California. Meskipun kota kecil, jangan bayangkan akan sama dengan kota kecil di pelosok negri yang gemah ripah loh jinawi ini. Highway yang membelah kota, sama persis dengan kota besar lainnya, jalan-jalan kota pun lebar-lebar dan hotmix semua. Rambu dan marka jalan tersedia dan terpasang dengan semestinya. Standard pertokoannya pun sama: untuk elektronik, ada Best Buy, CompUSA, untuk pakaian dan teman-temannya, ada JC Penney, Macy’s, KOHL, Big Five Sports, untuk supermarket, ada Vons, Walmart, dan seterusnya.

Setelah dua puluh menit perjalanan, sampailah aku di North Laurelglen. Disanalah Cambridge Village berada. Memasuki halaman, kami disambut oleh sederetan bunga mawar merah hati seukuran bola sepak takraw. Menuju ke bangunan induk untuk check in, sementara si mas supir nunggu di mobil, karena nantinya aku masih harus bawa barang-barang ke blok apartemenku. Di sini, aku diberi formulir berlembar-lembar yang harus aku isi. Tapi, ngisinya boleh nanti. Syaratnya gampang, selama formulir itu belum dibalikin komplit terisi, maka aku gak akan dapet kunci untuk buka kotak suratku. Selain formulir itu, ada segepok brosur yang diberikan bersama kunci apartemen, yang antara lain berisi informasi denah lingkungan apartemen, daftar acara bulanan bersama seluruh penghuni apartemen, dan persyaratan apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan, baik di dalam apartemen maupun di kawasan publik. Kami pun bergerak menuju apartemenku. Oya, bangunan di Cambridge Village ini semua bertingkat dua kecuali kantor apartemennya. Masing-masing bangunan, terdiri atas empat apartemen. Ada yang kamarnya satu, dua atau tiga. Wah, ternyata aku dapet yang di lantai atas. Lumayanlah, prosesi angkut-angkut koper bikin ngantukku ilang. Mas supir pun pamit setelah semua koper tersimpan dengan rapi di kamarku. Dan, mulailah peninjauan kulakukan.

Pertama-tama yang kulakukan adalah memulai pemeriksaan untuk mengisi formulir check list kondisi apartemen. Isinya sangat detail, dan kita boleh membubuhkan komentar jika ada sesuatu yang perlu ditangani oleh pihak pengelola. Bermula dari ruang tamu dan ruang makan, propertinya lengkap dan televisinya pun bekerja dengan baik. Pemeriksaan kulanjutkan ke dapur. Aha, pasti senanglah mereka yang suka memasak. Komplit banget, bo’ : kompor listrik, pencuci piring otomatis, pencacah sampah dapur, oven, microwave, mixer, blender, dan er … er lainnya, selusin alat makan lengkap, panci segala ukuran, lemari es gedhe segajah, dan buku manual lengkap untuk semua properti dapur ini. Peralatan ini semua kayaknya bekerja dengan baik, jadi di check list bagian dapur aku sebutkan semuanya good & work properly. Melangkah ke kamar tidur yang berisi satu tempat tidur king size, kaca rias, drawer, dan lemari dinding. Udah, itu doank isinya. Yang kucermati adalah titik-titik stop kontak dan outlet telephone. Semuanya ok. Di seberang kamar tidur adalah kamar mandi, diantara kedua ruang ini, ada pintu yang ketika kubuka ternyata isinya mesin cuci dan mesin pengering. Wah, apartemen ini tampaknya memang dirancang dengan efisien. Asyik khan, baju dibuka dan dicemplungin ke mesin cuci, nyalakan, tinggal mandi, selesai mandi bajunya udah selesai dicuci, tinggal pindahin ke mesin pengering, nyalakan, tinggal dandan dan ngangetin makanan, udah deh bajunya udah kering. Amat praktis dan sangat mendukung buat yang living single khan. I like it.

Setelah check list selesai dan serah terima kunci mailbox sudah terlaksana dengan sukses, sembari selonjoran di ruang tamu aku mulai berpikir : duh, apa neh yang musti dimasak buat makan malam. Aku belum tahu dimana lokasi swalayan terdekat, dan tak ada satu pun makanan instant yang aku bawa. Hmmm, ya gini ini kalo’ kebiasaan santai … maka meranalah dakyu :-D
Aha ! Jadi inget kalo’ Ray Hierling, calon mentorku, udah pesen supaya aku segera hubungi dia sesampainya di Bakersfield. Langsung aja kutelephone dan dia bilang bakalan segera meluncur ke apartemenku sehabis dia jemput anaknya dari latihan nari. Kira-kira setengah jam kemudian, kedengeran ada yang lari-lari naik tangga trous bag-bug-bag-bug. Wuih, ini raksasa mana yak yang ngetuk pintu. Kuenceng banget. Kuintip, dan keliyatan satu bentuk wajah yang sangat ramah dan lucu. Ya, dialah mentorku. Gak pake’ nunggu lama, setelah dia masuk dan kita basa-basi seperlunya, dia nawarin nganterin ke market place buat belanja. Ya kusambut dengan ceria dunk. Kami pun berkendara menuju Gosford Rd., lalu belok kiri ke Ming Ave.. Nah, ternyata market placenya ada di kanan jalan. Walah, ternyata gak jauh toh dari apartemenku. Cuma beda satu blok aja. Tapi, kalo’ jalan ya lumayan pegel, trous pake’ ketir-ketir, soalnya jalannya lebar dan mobilnya kenceng-kenceng. Gak ada cerita kita nyebrang sembarangan. Musti di lampu merah, pencet tombol penyebrangan, dan nunggu sampe’ tanda pejalan kakinya jadi ijo sebelum kita bisa melenggang ke seberang dengan aman. Sayangnya, di jalur jalan-jalan ini, pedestrian streetnya gak kayak di San Francisco. Di sini, gak semua jalan ada jalur untuk pejalan kakinya. Ya, maklumlah. Hampir semua penduduk di sini udah punya oto. Jadi, melihat pejalan kaki adalah pemandangan yang cukup aneh, kecuali kalo’ kita jalan kaki dengan pakaian olahraga … itu masih dimaklumi.
Dan sabtu sore itupun kulalui dengan belanja di Vons trous berlanjut ke Asia Market yang juga berlokasi di Ming Ave. tapi di sisi yang berlawanan arah dengan Market Place. Balik ke apartemen, belanjaanku lumayan lengkap : meatballs, mie instan, chicken nuggets, udang segar, tepung terigu, garam, merica, bawang bombay, bawang putih, roti tawar, mentega, meisjes, keju parut, selai coklat, apel, dan anggur. Ray mampir lagi bentar untuk ngejelasin beberapa dokumen untuk persiapan introduction hari senin. Abis itu dia pamit pulang dengan pesan kalo’ aku perlu sesuatu, just call him. Soalnya, mobilku udah dianter ama Avis (persewaan kendaraan) ke kantor, tapi yang dititipin kuncinya ternyata libur. Hiks. Gak sempat ngelakuin adjustment di akhir pekan neh. Hiks.

Hari pertama di Bakersfield kulalui dengan sukses. Pas bangun pagi harinya, baru keinget kalo’ baterai telephone genggamku udah ampir abis. Dan colokannya gak cocok dengan outlet standard US, musti dipasangin connector yang ketinggalan di Indonesia. Untungnya, John Fricke, perwakilan HR di Bakersfield nelephone. Ternyata, dia juga tinggal di Cambridge Village selama masa purna tugasnya. Aku minta tolong aja untuk dianterin ke Radio Shack. Ini tempat penjualan spare parts elektronik yang gak terlalu jauh dari Laurelglen. Lengkap, dan yang terpenting connector yang aku cari ada disana. Tapi, mahal banget oiiii … USD 35. Berhubung perlu, ya … kubeli aja. Hhhhh …. Dan kembalilah kami ke Cambridge Village. Gak ada belanja-belanji … pengencangan ikat pinggang.

Di hari minggu inilah, aku lewatkan siang dan sorenya untuk mempelajari kawasan apartemen. Ternyata, Chambridge Village ini lumayan lengkap dan aman. Lokasinya terletak di persimpangan antara Gosford Rd. Dengan North Laurelglen. Dan North Laurelglen ini ternyata jalan buntu. Jadi jalan di depan apartemen gak terlalu rame. Fasilitas yang tersedia adalah kolam renang, perpustakaan, lapang tennis, lapangan basket, taman yang indah plus bangku-bangku buat nongkrong, tempat nyuci mobil, dan tempat parkir dengan atap. Dari semua fasilitas itu, cuma ngeringin mobil aja yang gak gratis. Kita musti masukin dua koin 50 cents untuk mengaktifkan si vacuum cleanernya. Untuk nyucinya sih gratis. Satu lagi yang baru kutemui di US adalah tersedianya kotak-kotak buat kotoran hewan peliharaan yang dilengkapi dengan plastik-plastik. Selain itu, di tiga sudut kawasan ini tersedia rak kotak surat dari masing-masing apartemen. Oya, untuk limbah rumah tangga, sudah tersedia juga tempat sampah di tiga sudut yang tersembunyi. Uniknya, setiap pagi akan datang truk sampah yang dilengkapi satu alat yang bisa langsung mengangkat tempat sampah besar itu, menuangkan isinya ke bak truk, lalu mengembalikan tempat sampah itu ke posisi semula. Wuih, pantes gak banyak makan tenaga kerja, tapi bisa tetep jaga kebersihan lingkungan. Patut ditiru. Sebenarnya kita sudah punya fasilitasnya, bentuknya pun hampir sama, tapi berhubung gak ditangani dan gak dipelihara dengan benar, jadinya ya rusaklah semua. Sehingga kita harus kembali manual untuk memindahkan sampah dari satu tempat penampungan ke tempat pengumpulan akhir.

Cukuplah inspeksi lingkungan apartemen untuk hari ini. Bertepatan dengan kakiku melangkah masuk ke apartemen, terdengar dering telephone. Ternyata dari mas Budi Julianto, yang kebetulan juga dapet penugasan ke Bakersfield. Bersama keluarganya hari itu mereka sudah melakukan perjalanan darat sekitar enam jam dari San Ramon dan nyampe di Bakersfieldnya kemaleman, jadi gak bisa ambil kunci apartemen di kantor pemasaran. Yo wis, kutawari aja mereka supaya nginep di apartemenku. Dan malam itu, ruang tamuku pun disulap jadi kamar tidur … :-D

Berhubung besok paginya aku dan mas Budi akan dijemput Ray untuk ke kantor pusat Chevron Bakersfield yang ada di Camino Media jam setengah tujuh, maka akupun bersegera bobok, biar besok gak telat bangun. Ntar ya sambungan ceritanya. Bisa dibaca di episode ‘Camino Media, I’m Ready …’.

Labels:

0 Comments:

Post a Comment

<< Home