Monday, October 08, 2007

California in My Mind: The Colorful San Ramon

Jam menunjukkan pukul 08:45 malam waktu setempat ketika limousine putihku memasuki Residence Inn Marriott San Ramon. Don, pak supir limo membukakan pintu untukku, mengambil ketiga koperku di bagasi, dan membawakannya ke lobby. Sedangkan aku segera menemui penerima tamu untuk check in. Dan kejutan-kejutan kecil yang manis pun kembali berlanjut.

Tidak seperti penginapan sekelas di Indonesia yang biasanya sangat mewah dan terdiri atas satu bangunan berpuluh-puluh tingkat di lahan yang sangat luas, di sini lahannya tidak seberapa luas, bangunannya terbagi menjadi beberapa petak bangunan dan masing-masing hanya bertingkat dua. Ada dua kelompok bangunan yang sedikit terpisah dari yang lain dengan tempelan pesan berhuruf merah dan berlatar belakang putih di dinding bagian luarnya yang berbunyi: “WARNING: this areas contains chemicals, including tobacco smoke, known to the state of California to cause cancer and birth defects or other reproductive harm - Health & Safety Code Section 252496”. Ternyata, bangunan tersebut diperuntukkan bagi mereka yang memilih smoking room.

Setiap petak bangunan dihubungkan dengan jalan setapak yang terawat rapi. Halamannya sangat bersih, tidak ada satupun sampah tercecer. Berhubung kedatanganku bersamaan dengan mulainya musim semi, bunga warna-warni menghiasi seluruh sudut taman dan tepian jalan. Design bangunan tampaknya sengaja mengakomodasi kebiasaan berkendara warga setempat, sehingga di depan setiap petak bangunan, tersedia lahan parkir yang mampu untuk memuat kendaraan bagi penghuninya. Semua kendaraan terparkir dengan rapi, sesuai garis batas untuk masing-masing kendaraan. Janitor alias para pekerja kebersihan, umumnya bekerja di saat para penghuni tengah beraktivitas di luar penginapan, sehingga hunian ini kesannya sepi dan bersih sepanjang hari.

Di setiap petak bangunan, rata-rata terdapat delapan (8) kamar. Masing-masing hunian terdiri atas : ruang tamu dan area meja kerja yang menyatu dengan dapur kecil yang lengkap (kompor listrik, oven, microwave, mesin pencuci piring, perlengkapan memasak dan makan yang baik kualitasnya), seterika listrik dan mejanya, kamar tidur, kamar mandi (shower & bathtub). Telephone tersedia di ruang tamu, kamar tidur dan kamar mandi. Jaringan internet berkecepatan tinggi pun tersedia di setiap ruangan dan dapat dipergunakan tanpa bayar dan tanpa batasan waktu. Kalau tidak membawa laptop pun, jangan khawatir tidak bisa mengakses jaringan internet, karena di lobby yang menyatu dengan ruang makan bersama sudah disediakan satu unit komputer yang boleh dipakai siapa saja, kapan saja dan bebas biaya. Kalau ingin mencuci baju, tinggal minta detergen ke bagian penerima tamu, lalu menuju ke ruang laundry, masukkan empat koin 50 cents, tinggal masukin baju, cuci, pindahkan ke mesin pengering, lima belas menit kemudian cucian sudah kering dan siap untuk disetrika deh. Di hari-hari tertentu, diadakan makan malam bersama gratis untuk semua penghuni residence inn. Menunya macam-macam dan enak-enak. Satu lagi yang unik, menurutku, adalah adanya tempat perapian di dalam ruangan. Tapi, tidak lagi menggunakan kayu bakar, melainkan listrik tapi design tempatnya masih dibuat seperti jaman dulu. Oya, satu lagi yang menarik di hunian ini adalah adanya ruang perpustakaan yang bisa dimanfaatkan oleh siapa saja. Ruangnya nyaman dan bikin betah, buku bacaannya bagus dan edukatif, dan satu lagi … gak perlu birokrasi berbelit dan tidak dikenakan biaya alias those all are for free.

Puas melihat sekeliling, dan baru saja aku duduk merasai sofa ruang tamuku yang empuk banget, telephone berbunyi. Ternyata mas Aminin Fanandi yang mengabarkan akan datang bersama dengan mas Agus-IT. Gak nyampe’ sepuluh menit, kedengaran ada ketukan di pintu. Aha! Ternyata mas Aminin, mas Agus-IT dan istrinya membawakan lumpia bikinan mbak Aini Fanandi, dan juga indomie, plus pie blue berry. Hmmmm, yummie … Beberapa saat kemudian mas Budi Julianto dan keluarga bergabung bersama. Oya, mas Budi ini barengan waktu CDAnya. Cuma beliau ditempatkan di Midway Sunsets, sedangkan aku nantinya di Kern River. Di sini, baru terasa betapa eratnya persaudaraan sesama, kala kita berada di perantauan yang jauh dari tanah air tercinta. Di sinilah terasa betapa nikmatnya berbagi, meski cuma dengan sebungkus mie ;-)

Ngobrol kesana-sini, gak kerasa udah jam sebelas malam. Mas Aminin, Mas Agus IT dan istrinya pamitan. Sembari kuantarkan ke halaman, aku bilang: “enak ya hawa di sini bikin gak ngantuk”. Yang langsung disambut tawa mas Aminin dan mas Agus IT: “Itu dia dik, kamu lagi ngerasain jetlag. Kalo’ gak dipaksain tidur bentar lagi, dijamin besok pagi digedorpun kamu gak bangun deh. Wis, bobok sana …”.

Beberapa hal yang dapat kuambil sebagai pelajaran di hari pertamaku di USA:
1. Subsidi besar untuk membuat fasilitas umum yang sangat user friendly & work properly sehingga masyarat tidak lagi dibebani oleh beragam pungutan dan mendapatkan kemudahan serta kecepatan akses informasi. Ya … Kalau bisa gratis, kenapa harus dibebankan biaya ?
2. Fasilitas umum yang baik, bisa jadi adalah factor penting yang menyebabkan orang semakin cepat untuk bisa mandiri
3. Kesigapan menolong
4. Kesadaran akan ketertiban dan kebersihan, tanpa harus diawasi langsung
5. Persaudaraan yang terjalin, akan terbawa hingga kita kembali ke tanah air.

Now, I have to sleep my dear friends. Let me takes some lessons today for a better tomorrow. I’ll be back to continue the US visit story in “Day-one, Cultural Adjustment …” So, stay tune.

Labels:

0 Comments:

Post a Comment

<< Home